Kamis, 14 Juli 2011

Sifat-sifat Rasulullah state 2

Sambungan
10
‘Aku tidak tahu Abu Bakar juga Muhammad bin Abdillah, bolehkah aku ikut
denganmu menemui anakmu?’ Ya,’ jawabnya.
Berjalanlah Ummu Jamil bersama Ummu Khair menjumpai Abu Bakar yang sakit
parah. Ummi Jamil mendekatinya, dan berkata dengan suara keras, ‘Demi Allah,
sungguh, orang-orang yang memperlakukanmu seperti ini adalah benar-benar
fasik dan kufur, aku mengharap dari Allah agar membalaskan untukmu perbuatan
mereka.’ Abu Bakar bertanya, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Ummu Jamil
berkata, ‘Ini ada ibumu, ia mendengar.’ Abu Bakar menjawab, ‘la tidak berbahaya
bagimu.’ Ummu Jamil lalu mengabarkan, ‘Rasulullah sehat dan baik.’ Di mana
beliau?’ tanya Abu Bakar. ‘Di rumah Ibnu Arqam,’ jawab Ummu Jamil. Abu
Bakar lalu berkata, ‘Aku bersumpah untuk Allah, aku tidak makan dan minum
kalau tidak menemui Rasulullah.’ Keduanya menahan Abu Bakar, sampai
keadaan sepi dan manusia tenang, mereka memapahnya keluar hingga
memasukkannya menemui Rasulullah saw..
Aisyah r.a. berkata, ‘Rasulullah langsung merangkulnya dan menciumnya, hal itu
diikuti kaum muslimin. Rasulullah sangatterharu padanya.’ Abu Bakar berkata,
‘Demi bapak dan ibuku, wahai Rasulullah, aku tidak tertimpa apa-apa kecuali apa
yang ditimpakan orang fasik itu pada mukaku. Ini ibuku sangat baik pada
putranya, dan engkau adalah orang yang diberkahi maka ajaklah ia beriman
kepada Allah dan doakanlah pada Allah untuknya, semoga dengan doamu Allah
menyelamatkan dia dari neraka.’ Kemudian Rasulullah saw. mengajaknya
beriman kepada Allah dan ia pun masuk Islam.”
2. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Umar r.a. berkata, “Ketika Umar r.a. masuk
Islam, ia mengatakan, ‘Siapakah orang Quraisy yang paling masyhur menukil
perkataan?’ Dikatakan kepadanya, ‘Jamilbin Mamar al-Jahmi.’ Maka ia pergi
menemui Jamil. Abdullah bin Umar berkata, ‘Aku juga pergi mengikuti jejaknya
dan ingin melihat apa yang ia perbuat—saat itu aku anak lelaki yang sudah
memahami segala yang aku lihat—hingga ia sampai menemui Jamil, lalu Umar
berkata padanya, ‘Apakah kautahu wahai Jamil bahwa aku telah Islam dan masuk
agama Muhammad saw.?’ Abdullah berkata, ‘Demi Allah, Jamil tidak
menjawabnya, segera ia berdiri mengulurkan serbannya dan beranjak pergi diikuti
Umar, aku pun mengikuti mereka.’ Ketika sampai di pintu masjid, Jamil berteriak
sekeras-kerasnya, Wahai segenap Quraisy-saatitu merekasedangberkumpul di
sekitar Ka’bah-, ketahuilah, Ibnul Khaththab telah murtad!’ Umar langsung
menyahut, ‘la bohong, aku tidak murtad, tetapi aku telah masuk Islam dan aku
bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah.’ Mereka langsung
bangkit menyerangnya dan terus menyerangnya. Hingga ketika matahari tegak di
atas kepala mereka, Umar berkata, ‘Aduh, tak kuat lagi.’ Lalu ia duduk dan
mereka berdiri di atas kepalanya. Umar menantang mereka, ‘Lakukan apa yang
kalian kehendaki, aku bersumpah jika kami ada tiga ratus orang, maka sungguh,
(yang akan terjadi adalah adakalanya) kami yang kalah dan kami tinggalkan

11
Ka’bah untuk kalian atau kalian yang kalah dan meninggalkan Ka’bah untuk
kami.’
Abdullah berkata, Tatkala mereka dalam keadaan seperti itu, datanglah seorang
lelaki tua dari Quraisy memakai jubah hitam dan pakaian berbordir, ia berhenti di
depan mereka dan bertanya, ‘Ada apa dengan kalian ini?’ Mereka menjawab,
‘Umar berpindah agama.’ Ia berkata, ‘Lepaskan ia, apa yang kalian inginkan dari
orang yang memilih suatu perkara untuk dirinya sendiri? Apakah kalian kira bani
Adiy akan menyerahkan saudaranya pada kalian seperti ini? Tinggalkan saja
orang itu.’ Abdullah berkata, ‘Demi Allah, mereka langsung melepaskan Umar
seperti pakaian yang terlepas dari Umar.’ Ia berkata, ‘Aku berkata pada ayahkusetelah
hijrah ke Madinah-’Wahai ayah! Siapakah yang menghardik orang-orang
kafir dan membebas-kanmu saat engkau masuk Islam dan mereka
menyerangmu?’ Beliau menjawab, ‘Itu, wahai anakku, Ash bin Wail Sahmiy.’”
Riwayat ini isnadnya baik dan kuat-demikian dalam kitab al-Bidayah.
3. Bukhari meriwayatkan dalam kitab at-Tarikh bahwa Mas’ud bin Khurasy r.a
berkata, Tatkala kami berputar antara Shafa dan Marwa, tiba-tiba ada orang
ramai-ramai mengikuti seorang pemuda yang tangannya diikat pada lehernya.
Aku bertanya, ‘Ada apa dengannya?’ Mereka menjawab, ‘Itu adalah Thalhah bin
Ubaidillah, ia telah murtad.’ Seorang wanita di belakangnya marah-marah dan
memaki-makinya. Aku bertanya, ‘Siapakah ia?’ Mereka menjawab, ‘Shu’bah
binti Hadhrami, ibunya.’
4. Baihaqi, Ibnu Sa’id, Hants, Ibnu Mundzir, Ibnu Asakir, dan Ibnu Abil Hatim
meriwayatkan bahwa Sa’ad bin Musayyab r.a. berkata, “Saat Shuhaib r.a. hijrah
menghadap Nabi saw., ia diikuti segerombolan musyrik Quraisy, segera ia turun
dari kudanya dan memasang busurnya lantas berkata, ‘Kalian telah tahu, hai
orang-orang Quraisy, aku adalah orang yang paling jitu memakai panah. Demi
Allah, kalian tidak akan sampai menyentuhku, sebab akan aku bidik kalian
dengan seluruh anak panah dalam busurku, lalu akan aku tebas kalian dengan
pedangku selama ia ada dalam genggamanku. Setelah itu terserah kalian, jika
kalian mau aku tunjukkan untuk kalian hartaku di Mekah dan biarkanlah aku
berjalan.’ Mereka menjawab, Ya.’ Mereka berjanji untuk itu. Shuhaib pun
menunjukkan hartanya pada mereka. Ketika itu Allah menurunkan pada Rasul-
Nya ayat Al-Qur an,
‘Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari
keridhaan Allah.’ (al-Baqarah: 207) sampai akhir ayat Ketika Nabi saw. bertemu
Shuhaib, beliau bersabda, ‘Perniagaanmu telah untung wahai Abu Yahya,
perniagaanmu telah untung wahai Abu Yahya!’ Dan, beliau membacakan padanya
ayat Al-Qur an itu.”
5. Hakim meriwayatkan dari Sulaiman bin Bilal r.a., “Ketika Rasulullah berangkat
menuju Badar, Sa’ad bin Khaitsimah dan ayahnya ingin berangkat bersama

12
beliau. Hal itu disampaikan pada Nabi saw., namun beliau meme-rintahkan agar
yang ikut berperang salah satunya saja. Mengetahui hal itu, keduanya menjadi
bingung. Khutsaimah bin Harits lalu berkata pada anak-nya yaitu Sa’ad, ‘Salah
seorang di antara kita harus ada yang tinggal, maka tinggallah kau bersama
istrimu.’ Sa’ad menjawab, ‘Seandainya selain surga tentu aku mengalah dan
memberikannya padamu, aku mengharap mati syahid sebentar lagi.’ Akhirnya
mereka berdua mengundi dengan anak panah, dan keluarlah anak panah Sa’ad.
Maka keluarlah Sa’ad bersama Rasulullah saw. menuju Badar. Ia syahid dibunuh
Amru bin Abdu Wudd.’” Hadits ini dikeluarkan juga oleh Ibnu Mubarak dari
Sulaiman dan Musa bin Uqbah dari Zuhri, sebagaimana tertera dalam kitab al-
Ishabah.
6. Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., “Saat Perang Uhud, Umar ibnul
Khaththab r.a. berkata pada saudaranya, ‘Pakailahlah baju besiku, wahai
Saudaraku!’ Saudaranya menjawab, ‘Aku ingin mati syahid sebagaimana engkau
menginginkannya.’ Keduanya meninggalkan baju besi itu.” Haitsami berkata
bahwa rijalnya sahih.
7. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Qasim bin Abdurrahman bin Rafi’ saudara bani
Adi bin Najjar berkata, “Anas bin Nadhar-paman Anas bin Malik-(di tengah
berkecamuknya Perang Uhud) bertemu Umar ibnul Khaththab dan Thalhah bin
Ubaidillah yang berada di tengah orang-orang Muhajirin dan Anshar radhiyallahu
‘annum yang saat itu telah membuang senjata yang ada di tangan mereka. Ia
bertanya, ‘Apa yang membuat kalian duduk?’ Mereka menjawab, ‘RasuluUah
telah terbunuh.’ Ia berkata, ‘Apa yang kalian perbuat dengan hidup setelah
kematiannya? Bangkitiah, dan matilah seperti matinya Rasulullah.’ Kemudian ia
menyongsong kaum kafir, dan bertarung sampai terbunuh.”
8. Hakim menwayatkan bahwa Zaid bin Tsabit r.a. berkata, “Saat Perang Uhud
Rasulullah mengutusku untuk mencari Sa’ad bin Rabi’ r.a. dan beliau berkata
padaku, ‘Jika kau melihatnya bacakan padanya salam dariku, dan katakan
padanya bahwa Rasulullah mengatakan kepadamu, bagaimana kau men-dapati
dirimu?’ Zaid berkata, ‘Aku mulai berkeliling di antara orang-orang yang
terbunuh dan aku temukan Sa’ad bin Rabi’ sedang berada di peng-habisan
napasnya, terdapat tujuh puluh luka berupa tusukan tombak, sabetan pedang, dan
bidikan panah pada tubuhnya.’ Aku katakan padanya, Wahai Sa’ad, Rasulullah
mengucapkan salam untukmu dan mengatakan kepadamu, kabarkan kepadaku
bagaimana kau mendapati dirimu?’ Ia menjawab, ‘Salam bagi Rasulullah dan
salam bagimu, katakan pada beliau, Wahai Rasulullah aku mendapati diriku
mencium bau surga, dan katakan pada kaumku Anshar, jika kalian ikhlas pada
Rasulullah saw. dan masih ada satu jengkal untuk membelanya, maka tidak ada
uzur bagi kalian di sisi Allah (untuk tidak membela Allah dan Rasul-Nya).’ Ia
berkata, ‘Kemudian wafatlah ia rahimahullah.’” Hakim berkomentar, hadits ini
isnadnya sahih, dan keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengeluarkannya.
Adz-Dzahabi berkata, Sahih.”

13
Hakim meriwayatkannya melalui jalan Ibnu Ishaq, “Abdullah bin Abdurrahman
bin Abi Sha’sha’ah menceritakan dari ayahnya bahwa Rasulullah saw. bersabda,
‘Siapa yang melihat untukku apa yang terjadi pada Sa’ad bin Rabi’ r.a.?’ -
kemudian menuturkan hadits seperti di atas. Sa’ad berkata, ‘Kabarkan pada
Rasulullah saw. bahwa aku termasuk yang mati dan bacakan pada beliau salam
dariku serta katakan pada beliau, semoga Allah membalas engkau dengan
kebaikan, dari kami dan dari semua umatmu.’”
9. Al-Baihaqi meriwayatkan dari Malik bin Umair r.a., ia telah menemui masa
jahiliah, ia berkata, “Seorang laki-laki datang pada Rasulullah dan berkata, ‘Aku
berteinu musuh dan bertemu ayahku dalam gerombolan mereka, dan aku
mendengar darinya perkataan kotor untukmu, aku tidak bisa sabar sampai
akhirnya aku menusuknya dengan tombak (atau sampai aku bunuh dia).’
Mendengar itu, Nabi saw. diam saja. Kemudian, datang laki-laki lain dan berkata,
‘Aku bertemu ayahku, aku meninggalkannya, aku lebih suka orang selain aku
yang menghadapinya.’ RasuluUah saw. tetap diam.” Al-Baihaqi berkata, “Ini
adalah hadits mursal yang baik.”
10. Al-Bazzar meriwayatkan bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Rasulullah saw.
melewati Abdullah bin Ubay yang sedang berada di bawah tembok benteng dan
berkata, ‘Ibnu Abi Kabsyah melempar debu kepada kita.’ Seketika itu anaknya,
Abdullah bin Abdullah bin Ubay r.a. berkata, Wahai Rasulullah, demi Zat yang
memuliakanmu, jika engkau berkenan pasti aku datangkan kepalanya padamu?’
Beliau menjawab, ‘Jangan kamu lakukan itu, tetapi perlakukan ayahmu dengan
baik dan temanilah dengan baik.’” Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh al-
Barraz dan rijalnya dapat dipercaya.”
11. Ibnu Hisyam menyebutkan dari Abi Ubaidah dan dari para pakar tentang
peperangan lainnya. Umar ibnul Khathab r.a. mendekati Sa’id ibnul Ash r.a. dan
berkata padanya, “Kurasa, kamu mengira aku telah membunuh ayahmu.
Seandainya pun aku membunuhnya, aku tidak akan meminta maaf padamu karena
aku telah membunuhnya. Aku hanya membunuh pamanku, Ash bin Hisyam bin
Mughirah. Sedangkan bapakmu, aku temukan dia sedang me lampiaskan
marahnya, aku menghalanginya, lalu datanglah anak pamannya menyerangnya
mendahuluiku dan membunuhnya.” Riwayat seperti ini ada dalam al-Bidayah,
dan ditambahkan dalam kitab al-lsthab dan al-Ishabah, “Lalu Sa’id ibnul Ash
berkata padanya, ‘Seandainya kaubunuh dia, kamu benar dan aku yang salah.’
Umar langsung takjub mendengar ucapannya itu.”
12. Ibnu Sa’id meriwayatkan dari Zuhri, ia berkata, “Ketika Abu Sufyan bin Harb
datang ke Madinah, ia menemui Rasulullah saw., saat itu beliau hendak
menyerang Mekah. Abu Sufyan minta agar Rasulullah saw. memperpanjang dan
menambah isi Perjanjian Hudaibiyah, tetapi Rasulullah saw. sama sekali tidak
menerimanya. Abu Sufyan lalu beranjak dan masuk ke rumah putrinya, Ummu

14
Habibah r.a. Ketika ia hendak duduk di kasur Rasulullah saw, Ummu Habibah
melipatnya. Ia berkata, ‘Hai putriku, apakah karena kasur ini kau membenciku
ataukah membenciku karenanya?’ Dia menjawab, ‘Karena kasur itu adalah kasur
Rasulullah dan engkau orang yang najis dan musyrik!’ Abu Sufyan membalas
berkata, ‘Hai putriku, kamu telah ditimpa kejelekan setelah meninggalkanku.’”
Ibnu Ishaq menyebutkan riwayat seperti ini tanpa isnad, sebagaimana dalam al-
Bidayah dan menambahkan, “Aku tidak suka kau duduk pada kasurnya.”
13. Thabrani meriwayatkan bahwa Anas bin Malik r.a. berkata, “Ketika Perang Uhud,
penduduk Madinah membentuklingkaran. Mereka berkata, ‘Muhammad telah
terbunuh!’ Sehingga menggemalah teriakan-teriakan dari arah Madinah. Maka
keluarlah seorang wanita dari Anshar dan mendapati bapaknya, anaknya, dan
saudaranya-telah mati semua-aku tidak tahu mana yang ia temui lebih dulu. Setiap
kali ia bertemu seorang di antara mereka, wanita itu bertanya, ‘Siapa ini?’ Mereka
menjawab, ‘Bapakmu, saudaramu, anakmu.’ Ia malah bertanya, ‘Apa yang terjadi
dengan Rasulullah saw.?’ Para sahabat menjawab, ‘Beliau ada di depanmu.’
Hingga akhirnya ia tiba di hadapan Rasulullah saw dan memegangi ujung pakaian
beliau seraya berkata, ‘Demi bapakku, engkau dan ibuku, wahai Rasulullah, aku
tidak peduli (apa pun yang menimpa pada keluargaku) asal engkau selamat dari
kecelakaan.’”Nash-nash ini menjelaskan seberapa jauh keimanan para sahabat
dan peng-ikut yang selalu menyertai Rasulullah saw.. Sekaligus menunjukkan
betapa kepercayaan mereka pada Rasulullah saw. sangatlah kuat tiada
bandingnya.
c. Kesaksian Realitas
Kesaksian realitas adalah kesaksian paling tinggi dan kuat karena melalui realitas
manusia bisa mencapai keyakinan yang tidak bercampur keraguan. Silakan
mengadakan kajian yang rinci terhadap segala sesuatu yang datangnya dari
Rasulullah saw, baik perkataan maupun perbuatan. Jika akhimyayang ia temukan
dalam semua perkataan dan perbuatan beliau hanyalah kebenaran dan kejujuran,
serta tidak keluar sedikit pun darinya, maka di hadapan manusia hanya ada satu
jalan, yaitu mempercayai dan membenarkan beliau.
Akan bisa dapati dalam bab kedua, kajian yang sempurna pada Al-Qur’an menjelaskan
pada Anda bahwa semua kandungan Al-Qur’an adalah benar, nyata, dan
berasal dari Allah swt. Akan kita dapati dalam bab ketiga-insya Allah-bahwa
pengujian yang sempurna pada nubuat-nubuat beliau menunjukkan pada Anda
bahwa masa depan adalah penyingkap, pembenar, dan penguat nubuat tersebut
Kami akan menukilkan beberapa contoh dari canda dan gurau beliau. Akan kita
dapati bahwa hal itu tidak keluar dari kebenaran dan kejujuran. Juga contoh janji
beliau, betapa beliau selalu menepatinya dengan benar. Juga, contoh beberapa
hadits beliau, yang manusia bisa mengetahui kejujuran dan kebenaran beliau
melalui penelitian dan pengujian. Kita akan mendapati suatu keajaiban, yaitu
adanya kesesuaian antara apa yang diketahui manusia zaman sekarang setelah

15
melakukan hipotesa dan penelitian dengan apa yang diucapkan Rasulullah saw.
beberapa abad yang silam. Kami akan menutup bagian ini dengan catatan penting
bahwa satu-satunya sumber yang dapat kita ambil untuk mengetahui hal-hal yang
gaib dengan pasti adalah Rasulullah saw, dan sabda beliau adalah dalil melebihi
dalil lainnya, disertai pembahasan beberapa persoalan yang berkaitan dengan
masalah ini.
1) Kejujuran Rasulullah saw. dalam Canda
Manusia kadang-kadang tidak memegang teguh kejujuran dan kebenaran dalam
candanya, tetapi canda Rasulullah saw adalah jujur dan benar, serta memerintahkan
kepada umatnya untuk memegang teguh kejujuran dalam segala situasi
dan kondisi.
Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik, “Seorang datang pada Nabi saw. dan
meminta pada beliau untuk dinaikkan kendaraan, Rasulullah saw. menjawab,
‘Aku akan menaikkan kamu pada anak unta.’ Lelaki itu menukas, Wahai Rasulullah,
apa yang aku perbuat dengan anak unta?’ Rasulullah menjawab, Tidakkah
unta hanya melahirkan anak unta (Maksudnya, bukankah anak unta itu juga
unta).’” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Zaid bin Aslam berkata, “Seorang wanita yang disebut Ummu Aiman datang
kepada Nabi saw. dan berkata, ‘Suamiku mengundangmu.’ Nabi menimpali
(dengan nada bergurau), ‘Siapakah ia? Apakah ia yang di matanya ada putihputihnya?’
Wanita itu berkata, ‘Demi Allah, tidak ada putih-putih pada matanya.’
Beliau menjawab, Thenar, pada matanya ada putih-putihnya.’ Ia berkata, Tidak
demi Allah.’ Beliau menjawab, Tidak ada seorang pun kecuali di matanya ada
putih-putihnya.’” Beliau memaksudkan putih biasa yang melingkari kornea mata,
tetapi wanita itu memahaminya sebagai putih di tengah-tengah mata yang berarti
lelaki tersebut terkena penyakit mata semacam katarak.
Ahmad meriwayatkan dari Anas, “Seorang lelaki dari Badui bernama Zahir
memberi hadiah Nabi dengan suatu hadiah dari Badui, maka Nabi memperhatikannya
ketika hendak keluar. Rasulullah bersabda, ‘Zahir adalah orang Badui
kita dan kita adalah orang kotanya.’ Ia adalah lelaki yang kurus dan Rasulullah
menyukainya. Ketika ia sedang menjual barang-barangnya, Rasulullah mendatanginya
dan mendekapnya dari belakang, saat itu ia tidak melihat Nabi. Zahir
berkata, ‘Lepaskan aku, siapa ini?’ Lalu, ia menoleh dan mengenal Rasulullah. Ia
membiarkan punggungnya melekatpada dada Nabi ketika ia mengetahui bahwa
yang mendekap adalah Nabi. Rasulullah lalu berkata (dengan nada bercanda),
*Siapa yang mau membeli seorang hamba?’ Zahir lalu menyahut, Wahai
Rasulullah, jadi, demi Allah engkau menjadikan aku murah tak laku.’ Rasulullah
saw. bersabda, ‘Kamu di sisi Allah tidak murah.’ Atau beliau bersabda, ‘Kamu
mahal di sisi Allah.’” Diriwayatkan oleh orang-orang tsiqah. Dari perbincangan di
atas, beliau memaksudkan hamba adalah hamba Allah, dan kita semua adalah
hamba Allah swt.

16
At-Tirmidzi mengeluarkan dalam bab Syamail bahwa Hasan berkata, “Seorang
nenek-nenek mendatangi Nabi saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, doakanlah
pada Allah agar memasukkan aku ke surga.’ Beliau menjawab, Wahai Ummu
Fulan, sesungguhnya perempuan tua tidak masuk ke dalam surga.’ Maka
perempuan tua itu berpaling dan menangis. Beliau bersabda, ‘Beri tahu ia bahwa
ia tidak akan masuk surga dalam keadaan tua. Allah berfirman,
‘Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung,
dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.”‘ (al-Waaqi’ah: 35-36)
At-Tirmidzi juga mengeluarkan dalam bab Syamail bahwa Anas berkata,
“Rasulullah berkata kepadaku, Wahai yang memiliki dua kuping.’” Abu Samar
berkomentar bahwa maksud beliau adalah bergurau, setiap manusia memiliki dua
kuping.
Anda lihat dari contoh-contoh di atas bahwa canda beliau tidak keluar dari
kebenaran dan kejujuran, melainkan menggunakan cara yang halus, sampai
kadang tidak dimengerti lawan bicaranya, sehingga lawan bicaranya tersebut
memahaminya dengan pemahaman yang lucu. Begitulah, semua canda dan gurau
beliau adalah jujur dan benar.
At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Para sahabat berkata,
Wahai Rasulullah. Engkau bergurau dengan kami.’ Beliau bersabda,
‘Aku tidak berkata kecuali benar.’”
Yang ada pada beliau itu adalah kenabian yang jujur dan benar. Tidak ada
kenabian yang di dalamnya ada kebatilan sedikit pun.
2) Kejujuran Rasulullah dalam Janji
Abu Dawud meriwayatkan bahwa Abdullah bin Abi Khansa berkata, “Aku
melakukan transaksi jual-beli dengan Nabi saw. sebelum beliau diutus, dan ada
sisa barang yang belum aku berikan padanya, lalu aku menjanjikan padanya untuk
memberikannya di tempatnya itu. Di hari yang telah ditentukan itu dan hari setelahnya
ternyata aku lupa mendatanginya, aku datang pada hari yang ketiga, aku
dapati beliau telah berada di tempat itu. Beliau berkata, Wahai Pemuda, kau telah
menyusahkan aku, aku telah berada di sini selama tiga hari menunggumu.’”
Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim, “Rasulullah sedang duduk membagi
pampasan perang Hawazin di Hunain, seseorang berdiri di hadapan beliau dan
mengatakan, ‘Engkau mempunyai janji denganku wahai Rasulullah.’ Beliau
menjawab, ‘Kamu benar, ambillah yang kamu inginkan.’ Lelaki itu berkata, ‘Aku
ambil delapan puluh domba dan penggembalanya.’ Beliau menjawab, Ya, itu
milikmu.’ Lelaki itu berkata, ‘Engkau memutuskan dengan mudah sekali.’”

17
Al-Hakim meriwayatkan dari Huwaithib bin Abdul Uzza dalam kisah masuk
Islamnya. Ketika masih musyrik, ia memimpin delegasi yang meminta pada
Rasulullah saw. untuk meninggalkan Mekah dalam Umrah Qadha’ setelah masa
tiga hari yang disepakati. Huwaithib berkata, ‘Ketika Rasulullah datang untuk
Umrah Qadha’ dan kaum Quraisy keluar dari Mekah, aku termasuk orang-orang
yang tetap tinggai di Mekah, yaitu aku dan Suhail ibnul Amru, yang bertugas
untuk mengeluarkan Rasulullah jika waktunya telah lewat Tatkala tiga hari telah
terpenuhi aku dan Suhail ibnul Amru menghadap beliau dan mengatakan, Telah
lewat syaratmu maka keluarlah dari negeri kami.’ Beliau langsung berteriak,
Wahai Bilal, jangan sampai ada kaum muslimin yang ikut kita masih berada di
Mekah saat matahari terbenam.’”
Berikut ini bagian dari kitab Bathlul Abthal, pengarangnya merinci sebagian sikap
setia pada janji yang diamalkan oleh Rasulullah saw. Ia menuliskan, “Sebelum
tahun Perjanjian Hudaibiyah kaum Quraisy telah mengepung Madinah.
Persekutuan orang-orang kafir (Ahzab) yang terdiri dari seluruh bangsa Arab baik
Arab kota maupun Badui telah bersepakat untuk melakukan hal itu. Bani
Quraizhah mencabut perjanjiannya dengan Rasulullah. Dengan adanya hal itu,
bertambahlah penderitaan kaum muslimin, mereka benar-benar digoncang dengan
goncangan yang dahsyat, tetapi Allah menolong hamba-Nya yang beriman, dan
memuliakan mereka serta menanam ketakutan dalam hati kaum musyrikin.
Akhirnya, pasukan Islam dengan dipimpin Rasulullah menyerang kota Mekah dan
sampai di Hudaibiyah. Kaum Quraisy lalu mengirim utusannya pada Muhammad.
Coba perhatikan, inilah Urwah ibnul Masud ats-Tsaqafi utusan mereka, kembali
kepada mereka dan menyifati keadaan Muhammad saw. serta tentaranya dengan
kalimat sebagai berikut
‘Aku telah datang pada Kisra Persia dalam kerajaannya, dan Kaisar Romawi
dalam kerajaannya serta Raja Najasyi dalam kerajaannya, sungguh aku tidak
melihat seorang raja sekali pun di mata rakyatnya seperti Muhammad di mata
sahabat-sahabatnya.’ Muhammad saat itu dalam keadaan mantap dan kuat tetapi
ia tidak ingin perang. Ia bersabda,
‘Jika saat ini Quraisy mengajakku kepada rencana yang isinya memintaku untuk
menjalin silaturahmi, pasti aku penuhi’
Suhail bin Amru datang sebagai delegasi Quraisy yang membuat Muhammad
saw. dan pasukannya tidak jadi masuk Mekah. Salah satu syarat perjanjian ini
adalah syarat yang secara zahir merugikan, yaitu bahwa Muhammad harus
menyerahkan kepada Quraisy orang yang pergi ke tempat kaum muslimin tanpa
izin walinya, dan mereka tidak dituntut mengembalikan pengikutbeliau yang pergi
ke Quraisy.

18
Syarat ini mengagetkan para sahabat Nabi saw., termasuk Umar ibnul Khaththab
r.a.. Sehingga ia pergi menemui Abu Bakar dan Rasulullah saw. seraya
mengatakan, ‘Bukankah kita muslimin! Bukankah mereka musyrikin! Bukankah
engkau Rasulullah! Untuk apa kita berikan kerendahan pada agama kita?’
Rasulullah saw. bersabda, ‘Aku adalah hamba Allah dan rasul-Nya tidak akan
menyalahi perintah-Nya dan Dia tidak akan menyia-nyiakan aku.’ Abu Bakar
berkata, ‘Aku bersaksi sesungguhnya dia utusan Allah.’
Menerimanya kaum muslimin pada syarat ini adalah menyerahnya mereka pada
perkara yang belum diketahui rahasianya. Hal itu merupakan ujian yang terbesar
bagi kesabaran mereka.
Ketika mereka dalam keadaan bersitegang seperti ini dan Rasulullah saw. telah
selesai bernegosiasi dengan delegasi Quraisy, yaitu Suhail bin Amru, namun akad
belum ditulis dan belum selesai. Tiba-tiba datanglah pada mereka Abu Jandal, ia
berteriak dan berjalan tertatih-tatih dengan kaki terbelenggu. Abu Jandal ini
adalah anak Suhail bin Amru. Begitu Suhail melihat anaknya, ia beranjak ke arahnya
dan mengambil rantai belenggunya seraya berkata, ‘Wahai Muhammad, persoalan
antara aku dan kamu telah mengerucut-artinya negosiasi telah selesaisebelum
datang anak ini.’ Nabi menjawab, ‘Kau benar.’ Dan, Abu Jandal
berteriak memanggil-manggil kaum muslimin, ‘Apakah aku akan dikembalikan
pada kaum musyrikin yang merusak agamaku?’
Bayangkanlah sikap itu, sikap Muhammad saw. yang berani, yang telah aku
ceritakan pada Anda keberaniannya yang tiada bandingnya. Dialah orang kuat
yang keluar dari Madinah maju dengan tentaranya. Sekarang telah Anda dengar
bagaimana Urwah bin Mas’ud menyifatinya. Bayangkanlah bagaimana beliau
melihat sahabat terdekatnya (dalam keadaan tersiksa), datang tertatih-tatih
terbelenggu, padahal ia termasuk orang terpandang di Quraisy, ia berjalan
terbelenggu karena ikut Muhammad dan ikut agama Muhammad. Kemudian
lihatlah, beliau tidak goyah dan tidak ragu-ragu sama sekali pada apa yang belum
ditulis dan belum selesai. Beliau berkata pada Suhail, ‘Kau benar, persoalan telah
selesai.’ Dan beliau mengembalikan sahabatnya dalam keadaan menangis pada
musuhnya. Coba lihatlah itu semua. Lantas siapa saja, coba tuliskan padaku satu
keteladanan saja dalam sejarah manusia semua seperti keteladanan yang dicontohkan
Muhammad saw. dalam menjaga dan menepati perkataan yang telah ia katakan
meski belum ditulis dan belum selesai.”
Penulis kitab juga menuturkan contoh lain,
“Kemudian lihatlah, kesetiaan beliau juga terhadap musyrikin. Di antara syarat
Perjanjian Hudaibiyah adalah siapa saja bisa masuk dalam akad dan janji
Muhammad dan siapa saja bisa masuk dalam akad dan janji Quraisy. Masuklah
kabilah Khuza’ah dan sekutunya pada akad dan janji Muhammad saw. serta
menjadi sekutu beliau. Ketika Quraisy merusak perjanjiannya dan membantu
sekutunya, yaitu Bakar dan melibas Khuza’ah. Datanglah Amru bin Salim al
19
Khuza’i meminta janji Rasulullah saw. dan meminta beliau menolong sekutunya.
Amru bersimpuh di hadapan Rasulullah saw saat berada di masjid. Ia meratap dan
berkata,
Wahai Tuhan, aku meratap pada Muhammad.
Sekutu ayah kami dan ayahnya yang sangat erat
Tolonglah (Muhammad).
Allah menunjukkanmu kemenangan yang pasti.
Ajaklah hamba-hamba Allah, mereka pasti datang memberi bantuan.
Dalam gelombang pasukan seperti samudra
yang berjalan berbuih-buih.
Sesungguhnya Quraisy mengingkari janji padamu
Dan merusak perjanjianmu yang telah dikuatkan.’
Maka serangan Quraisy terhadap kaum musyrikin bani Khuza’ah yang menjadi
sekutu kaum muslimin itu, menjadi sebab disiapkannya pasukan terbesar yang
dikenal Jazirah Arab dan sejarah untuk membantu sekutu seseorang saat itu.
Dampak hal itu adalah terbukanya kota Mekah sebagaimana kita diketahui
bersama Inilah contoh kesetiaan Rasulullah saw. pada musuh agama yang telah
beliau ikat perjanjian, atau sebelum mereka bersekutu dengan kaum musyrikin
selain mereka.”1
Inilah contoh-contoh dari kejujuran dan kesetiaan beliau dalam menepati janji dan
perjanjian. Tidak pernah terjadi bahwa Rasulullah saw. berjanji atau membuat
perjanjian kemudian beliau ingkar atau berkhianat
Bukhari meriwayatkan bahwa ketika Heraklius bertanya pada Abu Sufyan tentang
Muhammad, “Apakah ia berkhianat?” Abu Sufyan menjawab, ‘Tidak.” Setelah
itu, Heraklius mengatakan, “Aku tanyakan kepadamu apakah ia berkhianat maka
kalian anggap bahwa ia tidak berkhianat memang seperti itulah seorang rasul, ia
tidak berkhianat”
Berkhianat tergolong dusta, ingkar janji adalah dusta, dan Rasulullah saw. bersih
dari itu semua. Dari contoh sedikit yang kami sebutkan, Anda melihat bahwa
tidak ada seorang pun dari manusia yang mencapai tingkatan yang dicapai
Rasulullah saw. dalam kesetiaan menjaga kehormatan perkataan. Kalaupun ada, ia
adalah murid yang mengikuti keteladanannya.
Kalimat yang terucap dari Rasulullah saw. adalah jaminan yang tidak ada jaminan
setelahnya. Sampai-sampai musuhnya yang paling keras dan paling lama
memusuhi beliau dalam perjalanan dakwah beliau tidak ragu-ragu untuk
memasukkan dirinya dalam naungan kaum muslimin, jika telah mereka pastikan
1 Bathlul Abthal, karangan Abdurrahman Azzam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar